Image
0

Aku Dan Senja

Aku selalu menyukai senja
Karena dalam senja aku bisa memandangi lagi wajahmu
menikmati senyummu, mendengarkan lagi suaramu.

Aku sangat menyukai senja
karena dalam senja aku bisa bermanja lagi denganmu
menyandarkan kepalaku di bahumu
mendengarkan kisah – kisahmu seharian.

Aku selalu menunggu datangnya senja
Karena pada senja aku bisa  menumpahkan hujan rinduku padamu.
Melepaskan segala resah yang membelengguku.

Aku kembali menanti senja
Karena padamu aku ingin bercerita kisah – kisahku seharian
Tentang aku, tentang rinduku padamu yang tak berkesudahan.

196

 

Image
0

Kepada Byru

IMG_1475479009917

Dear Byru,
Kamu tidak akan pernah tahu kemana aliran sungai takdir akan membawamu. Kamu bisa saja merencanakan semua hal yang indah dan begitu sempurna untuk hidupmu, namun tetap saja pada akhirnya kita manusia hanya akan tunduk dan kalah pada skenarioNya. Semua yang kamu jalani telah diaturNya, ketika Dia telah menetapkan segala sesuatu maka tak kan ada yang bisa membantahNya. Seperti bilangmu, “semua terjadi seperti sebagaimana semua harus terjadi”.

Byru,
aku masih ingat semua rencana kita dahulu. Melangsungkan pernikahan yang indah seperti di negeri dongeng, dengan dekorasi pelaminan yang penuh bunga-bunga seperti impianku. Baju adat Jawa basahan adalah yang kita pilih untuk pesta meriah yang kita rencanakan. Lalu setelahnya seperti rencanamu kita akan berbulan madu ke kota impianmu, Venice Italy.

aku ingin memiliki sebuah rumah sederhana yang nantinya akan kita huni bersama anak-anak kita” bilangmu suatu ketika

lalu, apa impianmu setelah memiliki rumah?”  tanyaku

“aku ingin sampai di rumah saat senja, supaya kita bisa menikmati senja di beranda sambil meminum teh hangat kesukaan kita” jawabmu

Byru,
Masih sangat jelas didalam ingatanku ketika kamu bercita-cita mempunyai seorang anak yang akan aku kandung di dalam rahimku.

“aku ingin dia perempuan, biar cantik sepertimu” bilangmu di senja itu

“Lyla” lanjutmu

Aku hanya mengernyitkan dahi menanggapi ucapanmu

“iya, bocah kecil itu nantinya ingin aku beri nama Lyla” lanjutmu lagi

Kali ini aku hanya tersenyum menanggapi ucapanmu. Lalu kamu mendekatiku dan mencium lembut keningku.

Byru,
indah sekali yah mimpi-mimpi kita dahulu. Sampai kita tidak menyadari bahwa dalam setiap kemungkinan selalu ada ketidakmungkinan. Bahwa ada tangan Tuhan dalam setiap rencana-rencana kita, dan apa yang menjadi kehendak Tuhan belum tentu sama dengan mimpi-mimpi kita.

Byru,
Dimanapun kini kau berada, aku berharap kau selalu bahagia. Bagaimanapun bentuk kehidupan barumu kini “jangan lupa untuk selalu tersenyum” seperti pesanmu dahulu sebelum pada akhirnya kabut putih menghalangi pandanganku untuk hanya sekedar menatap bening dua matamu dan senyum kecil yang tiap kali akan kau pamerkan setiap kita bertemu. Selamat jalan, Byru. Doaku selalu menyertaimu.

 

Dari aku yang masih dan akan selalu merindukanmu, Senja.

Image
0

Jingga Diujung Senja

Tepian sungai Musi, jam 05:30 sore.

Suatu sore pada pertengahan musim kemarau di pinggiran sungai yang membelah kota palembang. Siang hari terik panas begitu menyengat dan malam hari dingin angin begitu menusuk.

Aku masih berdiri disini. Ketika senja perlahan hadir mengakhiri siang yang panas menyengat. Menatap jingga di ujung senja. Di hadapanku air sungai terlihat berkilau tersorot lampu-lampu dari jembatan Ampera. Beberapa perahu kecil menepi di pinggiran sungai. Suatu pemandangan favoritku.

Beberapa menit telah berlalu. Aku masih diam tak bergeming, belum beranjak dari tempatku berdiri. Suara bising kendaraan kian menderu di telingaku. Suara kendaraan yang berebut untuk berada di tempat terdepan. Yaayy..kemacetan terlihat jelas di jembatan Ampera. Gaduh..sangat gaduh.

Disini, aku masih menunggunya. Seperti yang telah dia janjikan. Dia akan selalu datang di setiap senja tiba. Aku hanya perlu menunggunya disini. Di tempat biasa kami menikmati senja yang berwarna jingga.

“lalu bagaiman jika suatu saat ketika kita berjarak dan aku merindukanmu, Senja?” tanyaku pada Senja suatu ketika.

“Jingga, kau hanya perlu berdiri di tempat biasa kita menghabiskan waktu menikmati senja. Sebutlah namaku tiga kali dan aku kan berada disisimu..” jawabnya menghiburku dengan sebuah senyum melingkar di bibirnya.

Tiga puluh menit berlalu. Langit semakin menghitam. Tapi belum ada tanda-tanda kehadirannya. Aku masih menunggunya. Terus menunggunya. Sambil berharap dia segera datang. Mengejutkanku, menutup kedua mataku dengan tangannya dari belakang, sambil berbicara dengan suara yang dibuat sedemikian aneh agar aku pikir orang lain yang mengerjaiku. Tapi aku tak pernah terkecoh dengan suara anehnya. Aku selalu mampu mengenalinya lewat sentuhan jemari tangannya yang lembut dan hangat.

“Senja..Senja..Senja…aku merindukanmu. Sangat merindukanmu” ucapku lirih disertai cairan bening hangat yang tiba-tiba mengaliri pipiku.

“Senja, kamu akan menepati janjimu kan, sayang? Seperti senja yang selalu tak pernah ingkar janji datang pada waktunya yang telah dijanjikan..” ucapku lagi dengan tangis yang sesenggukan.

Ku usap cairan bening yang membanjiri pipiku ketika menyadari ada seseorang yang menepuk bahuku. Kupalingkan wajahku kearahnya.

“Jingga, Senja tidak akan pernah datang. Sadar sayang sadar, dia sudah pergi. Dia sudah berada di dunia yang berbeda dengan kita. Iklaskan dia sayang, karena dia tak akan pernah kembali. Ini kenyataan, kamu harus menghadapinya” ucap Bagas sahabatku yang kini berdiri tepat dihadapanku.

Jingga di ujung senja telah berlalu, digantikan malam dengan warna hitam pekatnya. Aku dan Bagas pun berlalu meninggalkan sungai Musi dengan segala kenangannya. Melaju dengan cepat dengan mobil Skyline yang dikendarai Bagas.

jembatan ampera, pic by irwinday